Dokter Sesalkan Zumi Zola Sidak RS sampai Tendang Tempat Sampah
Jakarta - Gubernur Jambi Zumi Zola melakukan inspeksi mendadak pada Jumat (20/1) dini hari. Namun cara sidak Zumi yang marah-marah hingga menendang tempat sampah disesalkan dokter.
Salah satunya adalah Wakil Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi) dr Ari Fahrial Syam MD, PhD, FACP.
"Saya menanggapi atas sidak yang dilakukan Gubernur Jambi Zumi Zola. Berita Gubernur Jambi Zumi Zola melakukan sidak dini hari menjadi viral karena memang dibuat video ketika sang gubernur, orang nomor 1 di Jambi itu, membuka pintu kamar jaga dengan membabi buta sambil berteriak-teriak. Setelah itu, beliau menyampaikan kecewa terhadap pelayanan RS yang buruk dan sering mendapatkan laporan kalau dokter jaga tidur setelah jam 12 malam," demikian tutur Ari dalam keterangan tertulis kepada wartawan pada Minggu (22/1) yang ditulis detikcom, Senin (23/1/2017).
Sebagai seorang gubernur, lanjut Ari, Zumi Zola menjadi orang yang bertanggung jawab atas berbagai hal, termasuk rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan rujukan. Sah-sah saja jika gubernur melakukan sidak untuk mengkonfirmasi laporan dari masyarakat atas pelayanan RS tersebut.
"Tetapi ada yang kurang tepat dilakukan ketika Gubernur Zumi Zola melakukan sidak dengan diikuti media cetak dan elektronik. Apa yang ditunjukkan beliau adalah marah-marah, bahkan sampai menendang tempat sampah. Jelas menunjukkan pemimpin yang tidak mampu mengendalikan diri, apalagi sedang disorot kamera," lanjutnya.
Ari menambahkan, tempat sampah di ruang perawatan RS secara umum ada dua jenis. Tempat sampah untuk sampah infeksius biasa berwarna kuning dan tempat sampah untuk non-infeksius.
"Kalau saja kebetulan yang ditendang tempat sampah infeksius, tindakan Gubernur ini tak hanya akan membahayakan dirinya, tetapi juga pasien dan petugas kesehatan lain," jelas dosen di Divisi Gastroenterologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI ini.
Menurut Ari, apa yang ditunjukkan Gubernur Zumi kepada petugas kesehatan bisa menjadi contoh masyarakat ketika melakukan komplain terhadap petugas kesehatan. Padahal sudah jadi aturan dan berlaku secara internasional bahwa dokter dan petugas tidak boleh bekerja di dalam tekanan.
"Kalau semua pasien atau keluarga pasien bisa marah-marah seperti Pak Gubernur, hal itu akan mempengaruhi kinerja para petugas kesehatan," tuturnya.
Dalam sidak itu, Zumi mempermasalahkan beberapa paramedis yang kedapatan tidur saat sedang berjaga malam. Bahkan paramedis yang kedapatan tidur dinonaktifkan. Hal ini juga menjadi sorotan Ari.
"Dokter dan perawat jaga mempunyai porsi dalam bertugas sesuai dengan tanggung jawab ruangannya. Bisa saja setelah jam tertentu, setelah proses perawatan rutin, perawat jaga yang ada bergantian untuk beristirahat. Tetapi pasti ada yang stand by untuk mengganti infus dan menemui pasien yang mengalami keluhan karena sakitnya," papar Ari.
"Bagaimana dengan dokter jaga ruangan, biasanya dokter jaga ruangan bertanggung jawab untuk banyak ruangan, setelah keliling bisa saja dokter beristirahat, tetapi tetap dengan kondisi siap untuk datang jika dipanggil suster," imbuh dia.
Sidak, lanjut Ari, memang sudah menjadi budaya sebagian pejabat negeri ini. Tetapi yang terpenting adalah follow up pascasidak harus meliputi perbaikan sistem.
"Perbaikan sistem termasuk bagaimana SOP masing-masing petugas saat berdinas jaga, bagaimana jam kerja dokter selama seminggu, termasuk tunjangan dan insentif petugas kesehatan. Harus diantisipasi overload yang terjadi pada perawat atau dokter jaga. Di era JKN ini, jumlah pasien rawat inap cenderung meningkat pada beberapa rumah sakit rujukan," jelasnya.
Akhirnya, jika memang para petugas lalai dalam melaksanakan tugas, Ari mengimbau, ada sistem yang dibuat agar mereka diberi sanksi sesuai dengan pelanggaran disiplin yang terjadi.
"Yang penting dari semua ini, keselamatan pasien (patient safety) menjadi tujuan dari suatu pelayanan kesehatan," tandas dia.
(nwk/try)
Tidak ada komentar